Friday, December 6, 2013

Hampir Semua Obat Mengandung Babi. Fact, Fiction or Renzoku?


Jadi sebenarnya apakah benar di dalam obat terdapat babi?

1. Vaksin bisa dikategorikan sebagai obat, tapi tidak semua obat disebut vaksin bukan?
Kalau memang yang dimaksud dalam artikel tersebut adalah "Vaksin" maka seharusnya cukup mengatakan kalau "Hampir semua "VAKSIN" mengandung Babi", jangan mengeneralisirnya menjadi obat, tolong pikirkan perasaan obat-obatan lain yang ikut tercemar namanya gara-gara fitnah artikel tersebut.

Untuk membersihakan nama baik dari obat yang secara tidak langsung telah tercemar oleh pernyataan tersebut diatas maka akan segera saya tampilkan komentar dari salah satu Dosen Universitas Terkemuka di Malang , yaitu Bu. Raditya Weka, S.Farm, Apt.

Maklumlah Bu. Menkes ini kan memang bukan lulusan farmasi jadi ya memang "agak sedikit tidak terlalu sesuai"  kalo mengomentari urusan produk farmasi.

Mula-mula perlu kita pahami bahwa sediaan farmasi itu tersusun dari bahan aktif (yang memiliki khasiat sebagai obat, mis. Paracetamol, ibuprofen, etc) dan juga bahan-bahan tambahan yang ditambahkan agar produk tersebut lebih enak dikonsumsi, lebih efektif etc. Memang ada beberpa titik kritis kehalalan dalam produk farmasi, terutama bahan-bahan tambahan yang digunakan.

Nah, bahan-bahan tambahan yang digunakan itu tergantung bentuk sediaan yang akan dibuat, misalkan kalo mau dibikin kapsul ya butuh cangkang kapsul. Salah satu isu halal di dunia farmasi yang sekarang cukup ramai diangkat adalah penggunaan gelatin dan produksi vaksin. gelatin digunakan secara luas misalkan sebagai cangkang kapsul dan pembuatan jelly. Gelatin bisa di dapat dari Sapi dan Babi. MUI sudah melakukan sertifikasi halal untuk produk cangkang kapsul. Jadi produsen obat bisa memilih produk halal.”


*Poin 2 ini sangat tidak penting, jadi sebenarnya tidak perlu dibaca*
2. Kalau dikatakan hampir semua obat mengandung Babi rasanya akan menjadi kurang logis. Mengapa?
Jadi begini, kalau Bu. Menkes berani bilang "Hampir Semua Obat Mengandung Babi" maka saya pun dengan jelas berani mengatakan bahwa "Hampir Semua Babi Mengandung Bayinya " maka jika kedua pernyataan ini dibuat dalam suatu logika matematika akan terbentuk pola yang seperti ini.
         a. Hampir Semua Obat Mengandung Babi
         b. Hampir Semua Babi Mengandung Bayinya
Kesimpulannya adalah "Hampir Semua Obat Mengandung Bayinya"
UWOOOO... Dan jika itu benar setelah ini saya akan langsung meluncur ke apotek terdekat untuk membeli parasetamol yang sedang mengandung bayinya dengan harapan 9 bulan 10 hari
kedepan parasetamol tersebut akan segera melahirkan bayi parasetamol yang imut-imut dan kawaiii..
Well, Apakah ini Logis? ---> Sangat Tidak Logis.

3. Peran penting Babi dalam Pembuatan Vaksin, Apakah itu?

Jadi dalam proses pembuatan vaksin itu ada satu step untuk pertumbuhan virus. Pada step ini baby virus akan ditempatkan kedalam suatu "cell factory" yang dengan penambahan media yang tepat akan memungkinkan untuk si virus ini dapat berkembang biak. Tidak hanya itu, Untuk mendapatkan perkembangbiakan dan pertumbuhan yang bagus, perlu diperhatikan pH, temperatur, dan beberapa kondisi lain yang tak sanggup saya sebutkan.

Proses pertumbuhan tidak berhenti sampai disini saudara-saudara. Si Baby virus yang berada dalam "cell factory" kemudian dipindahkan lagi kedalam media kedua. Dan biasanya pada media kedua inilah  si baby virus dipertemukan dengan Trypsin yang sering disebut-sebut sebagai si katalisator yang dapat mempercepat metabolisme si baby virus sehingga si baby virus ini dapat tumbuh optimal.

Tapi broo.. kalau saya baca-baca dari lain sumber, sebenarnya dan sepertinya penggunaan enzyme tripsin ini tidak selalu digunakan untuk mempercepat pertumbuhan si baby virus. Berdasar yang saya kutip dari pernyataan "European Council of Fatwa and Research" tersebutlah bahwa:

"Pembuatan vaksin poliomyelitis dibuat dengan mengkultur virus penyebab polio. Kultur virus ini terbuat dari sel-sel yang berkembang biak membentuk jaringan sel-sel seluler yang saling berdekatan satu sama lain. Ketika kultur sel ini berhasil, sel-sel tersebut harus dipisahkan. Pemisahan sel ini menggunakan enzim trypsin yang berasal dari babi. Tripsin yang ditambahkan dalam jumlah yang sak.uithiiiikk.. bahkan bisa diabaikan jumlahnya, karena si tripsin ini dapat bekerja dengan optimal jika ditambahkan dalam konsentrasi yang minimal.


4. Tentang katalisator

Mengutip pernyataan dari Bu. Menkes yang termuat dalam artikel berita tersebut .
"“Contohnya, walaupun bahan vaksin tidak mengandung babi, tapi katalisator nya itu mengandung unsur babi. Sehingga tidak bisa dinilai kehalalannya,” ujar Nafsiah di Jakarta, Selasa (3/12/2013)"

Katalisator, apakah itu?
Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.
Semisal kita memiliki zat X dan Y sebagai suatu reaktan unutk memproduksi zat Z, dengan menggunakan katalisator C. Maka prosesnya adalah
a. X + C XC                       (1)
b. Y + XC XYC                (2)
c. XYC CZ                        (3)
d. CZ C + Z                       (4)
Total : X + Y à Z
Jadi sebenarnya si tripsin itu tadi juga terlibat dalam reaksi, namun pada akhirnya enzim tripsin ini didapatkan kembali dalam suatu bentuk yang utuh. Dan biasanya penambahan katalisator diberikan dalam jumlah yang sedikit untuk mengoptimalkan reaksi. (Ketok.ee)

Lalu bagaimana bisa dikatakan vaksin itu tidak mengandung babi sedangkan dalam prosesnya vaksin tersebut telah terjamah oleh babi?

Pada tahap pembuatan vaksin ada yang namanya tahap “Pemisahan dan pemurnian”. Dalam tahap ini baby-baby virus dipisahkan dari mediumnya dengan berbagai macam cara, beberapa diantaranya adalah di sentrifuse beberapa kali kemudian dilakukan ultrafiltrasi ato bisa juga menggunakan “capillary electrophoresis”, sehingga dalam vaksin tersebut telah murni berisi virus yang udah klepek-klepek dan InsyaAlloh sudah tidak terdapat lagi media-media dan juga enzyme yang tadi sempat ikut nimbrung nemenin si Virus.

6. Kontroversi tentang Halal atau Haramnya Vaksin.

Untuk masalah ini rasanya sudah sangat banyak sekali yang membahas tentang halal atau haramnya vaksin. Berikut ini beberapa link yang membahas tentang halal ataukah haramnya si vaksin, bukan obat lho ya.

1.      Fatwa MUI
3.      HukumImunisasi
 Dan masih banyak link lainnya yang tentunya akan sangat mudah ditemukan melalui bantuan dari Mbah google.

Summary nya, karena Vaksin ini masih dalam keadaan yang njelimet.. maka sepertinya vaksin in masih tergolong kedalam genre “Renzoku”. Sekian Terimakasih.

Daftar Pustaka :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22659068
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2009/0706704/materi%20pengertian%20katalis.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Catalysis
http://www.novartisvaccines.com/downloads/flucelvax/Cell-Culture_Technology_Fact_Sheet.pdf
http://www.madehow.com/Volume-2/Vaccine.html
Dulbecco, Renato and Harold S. Ginsberg. Virology. 2nd edition. J.B. Lippincott Company, 1988.
Plotkin, Stanley A. and Edward A. Mortimer, Jr., eds. Vaccines. W.B. Saunders Company, 1988.
http://www.antaranews.com/berita/274320/bio-farma-kiblat-vaksin-halal-dunia
http://www.who.int/entity/immunization_standards/vaccine_quality/englishtranslation.pdf



Fatwa MUI tentang Vaksin


Berikut fatwa dari MUI yang secara sengaja saya comot dari comment teman FB a.n “Aisy Azzahra” yang sebenarnya saya juga tidak mengenalnya secara langsung.

“Fatwa tsb dikeluarkan oleh komisi fatwa MUI yang diketuai oleh KH. Ma'ruf Amin pada 1 Sya'ban 1423 H tau 8 Oktober 2002. Berarti sdh 12 thn

Adapun pihak yg memprakarsai atau mendorong MUI mengeluarkan fatwa tsb terdiri atas perwakilan dari Depkes, BPPOM, B*** & LP-POM MUI

Dalam suratnya kepada komisi fatwa MUI , Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Depkes mengatakan :

"IPV dalam proses pembuatannya menggunakan enzim yang berasal dari babi (porcine), walaupun pada hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi.

Depkes juga mengatakan bahwa saat itu belum ada IPV jenis lain yg dapat menggantikan vaksin yg mereka buat dgn enzim babi itu."

Berikut tanggapan MUI:

1) Sejumlah argumen keagamaan (dalil2 agama: Qur'an, hadits, fiqih) dan pendapat para ulama mengajarkan antara lain:
Setiap penyakit & kecacatan yg diakibatkan penyakit adalah 'dharar' (bahaya) yang harus dihindarkan/dicegah dan dihilangkan/melalui pengobatan, yaitu dengan cara yg tidak melanggar syari'ah dan dengan obat yg suci dan halal
2). Setiap ibu yg baru melahirkan, pada dasarnya, wajib memberikan air susu yg pertama keluar (colostrum, al-liba') kepada anaknya, dan dianjurkan pula memberikan ASI s/d usia 2 tahun. Hal tsb menurut para ahli kesehatan dapat memberikan kekebalan (imun) pada anak.

3). Dlm proses pembuatan vaksin tsb telah terjadi persenyawaan/persentuhan antara porcine yg najis dg media yg digunakan utk pembiakan virus dan tidak dilakukan penyucian dgn cara yg dibenarkan syari'ah. Hal itu menyebabkan media dan virus tersebut menjadi terkena najis.

4) Kondisi anak2 yg menderita immunocompromise, jika tdk diberi vaksin IPV, dipandang telah berada pada posisi hajah (darurat), dan dapat pula menimbulkan dharar (bahaya) bagi pihak lain.

Maka dengan bertawakkal kepada Allaah Ta'ala, MUI berfatwa sebagai berikut:

• Pada dasarnya penggunaan obat2an termasuk vaksin, yang BERASAL DARI ATAU MENGANDUNG --benda najis ataupun benda terkena najis adalah Haram

• Pemberian IPV kepada anak2 yang menderita immunocompromise, PADA SAAT INI, dibolehkan, SEPANJANG blm ada IPV jenis lain yg 'Suci & Halal'

• Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki